X-8

SMA. masa yang indah banget katanya sih. tapi aku 90% percaya dan sudah melalui nya. Karna aku sekarang berada di kelas X SMA.  SMA penuh dengan sejuta cerita, sejuta canda, sejuta lika-liku kehidupan. SMA dituntut menjadi lebih dewasa dari sebelumnya. Aku merasa bahagia menjadi salah satu dari seluruh anak SMA di dunia karena aku beruntung dapat menginjakkan kaki setiap hari di sekolahku tercinta. sekolah idaman bagi banyak orang di daerahku. oh ya, lebih beruntungnya lagi, aku memiliki teman-teman yang seru-seru, baik, penuh canda tawa, bisa diajak suka cita bersama, pokoknya seru abis. X-8. hahaha , kelasku dihuni hampir semua menusia unik. ga ada yang ga unik. Masing-masing karakter dari mereka memang berbeda. Tapi kami dapat mempersatukannya meskipun masalah dan perpecahan kadang menerpa. Banyak sekali petualangan yang kami lalui mulai dari masuk BK bersama-sama, merayakan Ultah bersama, Hang out bersama, nangis bersama, pokoknya bersama-sama. KOMPAK kata kelas lain :)
Aku ingin menasehati diriku sendiri supaya bisa menjaga kekompakan ini supaya nanti 20 tahun lagi kami tetap kompak. Teman, dengarkan aku. jika aku berubah maka tegurlah aku :) . jangan biarkan kebersamaan ini pecah untuk masing-masing ego pribadi. Karena persatuan itulah yang membuat semua ingin memilikinya

LOVE X-8



 
 

Tips menjadi guru yang baik

Guru. 4 huruf terangkai menjadi satu kata menjadi sangat bermakna. Guru adalah sebutan untuk orang yang bersedia menuangkan ilmunya kepada siapapun. Ada banyak versi untuk mendapat sebutan guru. Siapapun bisa menjadi guru tanpa harus berjuang mendapatkan ijasah S1 dan memakai kostum PNS. Yang terpenting guru adalah orang yang mengajar suatu hal. bukan hanya di sekolah saja. di madrasah, di pondok, di course, di dalam ekstra kulikuler dan lain-lain. Guru memberikan pembelajaran bagi setiap orang yang diajarnya supaya lebih baik. Menjadi guru, susah-susah gampang. Jika yang dia ajari sejenius Albert Einstein secerdas Habibie tak jadi masalah. Tetapi jika yang ia ajari anak SD atau SMP ataupun SMA yang bandel bagaimana?
Ini dia Tips agar anda mendapat reputasi guru yang baik tanpa di lecehkan oleh siswa anda :

1. Buatlah pembelajaran semenarik mungkin. contohnya membuat game yang berkualitas, nilai tambahan bagi yang aktif

2. Ajaklah mereka berkomunikasi. Ini nih yang sulit. Berkomunikasi berarti mengajak mereka aktif dalam pembelajaran. jadi tidak hanya guru yang cerewet sedangkan hasilnya NIHIL

3. Jangan Monoton. Siswa zaman sekarang , gampang merasakan malas yang amat sangat kepada guru yang monoton

4. Bertemanlah dengan mereka. Di sela-sela pembelajaran, cobalah berinteraksi dengan hati mereka

5. Jadilah guru yang penuh Innovasi baru. Lahirkan ide-ide cemerlang sehingga mereka memiliki semangat menggebu ketika anda mengajar.

6. Santai tapi serius.

7. Buat kelas menjadi menyenangkan

8. Berikan nasehat-nasehat sebelum pembelajaran dimulai

9. Jangan menjadi guru yang IUH ( terlalu mengekang, tak suka ini-itu. emang ga pernah muda apa)

10. Yakinlah Anda dapat membimbing mereka :)

lebih dekat



LEBIH DEKAT
Matahari menampakkan wujudnya, mengusir kegelapan menandai bahwa manusia siap memulai hiruk pikuk mengejar sesuap nasi. Bising suara kendaraan , bel sepeda, saling sahut menyahut memecah kesunyian pagi yang diselimuti kabut bertebaran menghalau penglihatan. Pukul 06.00 pagi di kotaku yang bersinar. Tulungagung. Anak kecil dan remaja berseragam rapi berlalu-lalang siap mengusir kebodohan dan mengisi otak mereka dengan secuil ilmu yang akan mereka dapat setibanya di sekolah nanti. Tak terkecuali aku Belva Aloevera biasa dipanggil Elva sekarang berada pada pagar sekolah tiggi berwarna hijau. SMABOY. Ya , sekolah ini sekarang menjadi almamaterku.Sekolah yang dipandang sebagai sekolah favorit di kota Tulungagung yang dulu hanya ada dalam anganku, kini setiap hari aku gunakan sebagai prasarana menimba ilmu bersama teman-teman seperjuangan yang juga haus akan ilmu.
Ku langkahkan kaki memasuki pelataran, menyapa penghuni yang kutemui, bergerak memasuki koridor aula dan menyusuri jalan berubin menuju ruang kelasku X-8. Masih terasa sunyi karena waktu menunjukkan pukul 06.30. Aku duduk termenung di depan mengingat-ingat memory sebelum aku dapat menginjakkan kaki di sekolah ini.
Masih terekam jelas bagaimana 3 tahun lalu aku berjuang keras diantara sekian banyak siswa dari berbagai sekolah demi mendapatkan sebuah bangku di SMPN 1 Tulungagung. Waktu itu aku “kecil” takut. Takut karena nilai pas-pasan yang ku punya namun bertekad untuk bisa membahagiakan kedua orang tua sungguh besar kurasakan. Mulutku komat-kamit berulangkali membaca doa agar angka yang terpampang di dinding pengumuman tidak berubah. Jika sampai berubah 0,1 pun maka harapanku akan hancur dan musnah. Hati terasa sungguh berat , sesak tatkala itu. Tanganku bergerak bergetar mencengkeram lengan ibuku yang juga terlihat tak tenang. Mataku berkaca-kaca menahan cairan bening yang ingin mengalir tapi tertahan di pelupuk mata.
“Sudah , tenanglah. Jika takdir menghantarkanmu bersekolah disini, itupun tak akan terpungkiri” kata ibu yang menenangkan
Pukul 12.00. Aku tak berani menengok berapa angka itu sekarang. Wajahku pucat pasi karena pengumuman segera diumumkan. Dag dig dug jantungku mulai terdengar keras di gendang telinga. Ibu segera membimbing menuju dekat papan pengumuman. Sesaat kemudian, terdengar sorak sorai para siswa yang mungkin nilai nya memenuhi namun ku dengar pula tangisan sedih karena nilai tak mencukupi. Apakah aku akan bersorak? Atau menangis? Ku beranikan diri melihat  nilai itu. Aku berlari memeluk ibuku dan menangis keras membiarkan segala hasrat keluar dari tubuhku.28,05. Ternyata aku DITERIMA. Nilaiku tak kurang dan bahkan tak lebih. Pas. Aku menangis karena bahagia, sungguh benar-benar bahagia yang meluap.
Hari bergerak menjadi bulan, bulan berevolusi menjadi tahun. Tak terasa hampir 3 tahun aku setiap hari menjajakan kaki di SMP. Sekarang, aku berada di kelas 9, kelas paling senior, paling berkuasa. Tapi aku tak perduli dengan kekuasaan sebagai “kakak kelas” toh mau berbuat apa pada adik kelas. Ga ada yang perlu dibanggakan. Yang aku banggakan adalah, diberi kesempatan belajar bersama teman-teman di 9-J.
“ga kerasa ya udah kelas 9. Masih inget dulu waktu nyamperin kamu dan ngajak kenalan ternyata kita punya nama yang hampir sama. Hahaha” Aku dan Eva (teman sebangku) bercerita ria di kelas mengingat masa lalu kami.
“Elva dan Eva. Couple banget ya. Eh, seminggu lagi, raport semester 1 keluar”
“Alah punyamu pasti bagus. Gimana dong sama aku?” katanya sambil cemberut.
“Tenanglah. Kita usaha sama-sama J” kataku
Kelas 9-J tempatku menuntut ilmu, dihuni oleh beranekaragam sifat dan karakter anak manusia. Nakal, friendly, Pintar, superior, pendiam, cerewet, dan bla bla bla hampir semuanya lengkap. Aku termasuk dalam tipe median atau sifat tengah. Hehehe nakal bisa , serius bisa , cerewet juga bisa. Sainganku untuk mendapatkan juara disini tidaklah mudah. Dyasa. Salah satu temanku yang selalu mendapatkan ranking satu ada disini. ah , rasanya sulit mengalahkan dia. Bayangkan saja setiap kali raport dibagi, ia selalu mendapat angka satu pada tulisan peringkat paralel dari kelas 7 hingga sekarang.
Hari berdebar pun tiba. Aku sengaja tak hadir ke sekolah karena ibuku telah bersedia mengambilkan raport untukku. Kugigiti jari sambil meratapi nilai yang tertera pada lembar-lembar kertas putih di depanku. Raportku jelek. Peringkatku turun. Aku ada problem pula hari itu.dreeeet dreeeet dreeeeet. Ponselku bergetar tanda beberapa pesan memenuhi inbox
“El ,peringkat berapa? Jumlah berapa?”pesan dari teman-teman yang intinya selalu menanyakan nilai.
“ranking 1 Dyasa” sudah kuduga
“Tina tadi nangis di sekolah.dia udah tau semuanya” deggg pesan singkat dari zahra ini yang membuat perasaanku tak karuan. Tina , teman baikku ,aku telah menyakitinya. Hari itu benar-benar tak karuan hidupku. Aku bergegas melaju ke sekolah dan bertemu dengan Zahra.
“Gimana za? Tina mana?” tanyaku lirih
“Udah pulang. Dia tadi mendapat cerita itu dari ilham. Sumpah aku tak berkata apa-apa”
“Ember bener. Terus gimana? Aku bingung kenapa jadi seperti ini”
“Bukan salahmu. Ini masalah perasaan. Hanya saja kurang tepat jadi sedikit melukai perasaan Tina. Tenanglah, waktu akan membuat semua lebih baik”
Setelah hari itu, aku mulai memicu semangat. Aku tak ingin kedua orang tuaku terbalut kecewa untuk kesekian kalinya. Segala macam usaha aku lakukan. Mengikuti les tambahan, rajin mengaji, rajin beribadah, rela pulang telat karena mengikuti bimbel biologi, hingga aku berhasil mendapatkan program tambahan untuk siswa 5 besar yang diadakan secara gratis oleh sekolah pun aku lakukan.
Hampir setiap hari aku bersama kawan-kawan ( Eva , Dyasa, Tina, Zahra, dll ) menunaikan solat duha bersama di mushola sekolah ketika istirahat pertama. Aku pun semakin bersemangat karena kelas seseorang yang kini dekat denganku berada di depan mushola. Hehehe aku remaja biasa yang juga memiliki ketertarikan pada lawan jenis.
“Eva , ayo ke mushola” ajakku
“Oh , okede. Bentar nunggu yang lain. Kan nanti sepi kalau berdua”
Rombongan sebagian teman-teman menuju kantin , sebagian tetap di kelas. Ku jumpai Tina berjalan beriringan dengan Imma melewatiku begitu saja tanpa sapaan apapun. Aku merasa bersalah padanya. Tapi bagaimana aku harus memulai lagi pertemananku akupun juga tak tahu. Aku melamun berdiri di pintu sambil melihat Tina pergi. Pluuuk ada gulungan kertas mendarat di kepalaku.
Aw , Eva kok jahil banget sih kamu?”
“Makanya jangan nglamun melulu. Kenapa? Mikir tina ya? Udah gapapa nanti juga baikan kok. Yuk ke mushola”
Aku berjalan beriringan dengan Eva, Dyasa dan teman-teman lain menuju mushola yang terletak di belakang lapangan basket. Bangunan berwarna hijau berukuran sedang itu nampak sepi. Mataku berkeliaran mencari sosok seseorang yang biasanya ku temui disini. ku lepas ikat sepatu dan segera mengambil air wudlu bercanda gurau bersama teman-teman. ketika menginjakkan kaki memasuki serambi mushola ada beberapa makhluk laki-laki berceloteh ria.
“Ehm,ehm ciee pasti deh Elva rajin solat gara-gara ketemu si Yodha” bisik Eva lirih sambil mencari-cari mukena di laci.
“Kan gapapa. Cinta itu laksana energi. Memberikan energi positif ke dalam hatinya dia sehingga mushola pun laksana tempat sehari-hari. Iya ga?” Dyasa berceloteh dengan bahasanya yang mulai bermajas. Aku pun hanya tersenyum malu dan segera menunaikan solat. Ketika ku mulai bersujud di hadapan tuhan, terasa ada yang memandangiku dari sisi lain. Kulirik sejenak, ku dapati Yodha dan teman-teman mengamatiku sambil terkekeh. Huh, malunya aku diperlakukan seperti itu. Setelahnya, ku sapa Yodha dengan senyuman manis dan meninggalkannya, memakai sepatu dan segera berlanjut menuju kelas.
“Cieee, ihiir senyumnya manis banget” kata salah satu teman Yodha
“Kenapa to, emang ga boleh. Udah ga usah brisik. Kasian Elva ntar malu” bela Yodha terhadapku. Teman-teman tersenyum mendengar perkataan Yodha dan segera bergegas pergi.
Bulan Februari. Hah, secepet inikah hari-hari berlalu? Hari itu pelajaran BK sedang berlangsung. Kami sama-sama mencermati apa yang disampaikan oleh guru setengah baya itu. BK memang pelajaran ketenangan diri menurutku karena setiap perkataan bu Nia mampu memberi percikan energi disaat mulai padam. Hubunganku dengan Tina memang sudah agak membaik. Kami tak bisa terus berselisih karena tempat dudukku ada pas dibelakangnya.
“Orang yang berhasil adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya. Seorang remaja, memasuki masa yang sangat labil. Banyak masalah yang harus dihadapi. Tak bisa dipungkiri, tak bisa menghindar, mau tak mau kita harus menjalani. Jalani apa adanya, seperti air mengalir. Tanam kebaikan, maka kita akan memetik kebaikan pula”
Masalah. Labil. Yah itu yang kurasakn sebagai siswi SMP kelas 9. Kadang, perasaanku nyaman sekali tapi kadang berubah seketika down seperti tak mempunyai daya apa-apa. Aku selalu membutuhkan motivasi disaat kelabilan mulai menyerang. Aku beruntung memiliki teman yang kaya akan segudang motivasi.
“Sekarang waktunya kita mencoba untuk berbagi kepada teman. Curahkan beban yang ada dalam hati agar fikiran menjadi tenang. Buat kelompok”
Tanpa ba-bi-bu lagi aku mendapat kelompok dengan Imma Eva dan Tina. Kami saling berhadapan. Inilah saatnya kujelaskan semuanya agar perselisihan batin ini usai. Aku memulai dialog terlebih dahulu. Aku berbicara pada Tina.
“Aku ingin bicara sama Tina. Aku minta maaf Tin. Aku ga tau kalau semuanya seperti ini. Aku ga mau kita terus-terusan kayak gini” pintaku sangat
“Aku sudah memaafkanmu. Ini masalah hati. Lagipula, tak ada yang perlu disesali. Maafkan aku juga El”
“Lantas, gimana sama dia?”
“Aku serahin ke kamu. Baik-baik ya, jangan bertengkar” kata Tina menguatkan tanganku
“Aku tau kamu gadis yang baik Tin. Makasih ya?”
Akupun menunduk untuk menutupi rangkaian air mataku yang jatuh berlinang. Aku lega akhirnya perseteruan antara aku dan Tina berakhir. Berangsur, kami pun segera membaik. Hari terus berjalan tak membiarkan waktu berhenti sedikitpun. Otak mulai digencar, disuap dengan ilmu hingga kadang tertumpah. Perasaan jenuh tak jarang melanda. Ada 8 Try out yang harus kami jalani sebelum melaksanakan ujian di atas ujian yaitu UAN yang akan menentukan nasib kami selama tiga tahun ini. Setiap Try out terdiri atas 4 mata pelajaran dimana harus tuntas dan berlomba menuju terbaik. Para guru pun tak hentinya memicu semangat, memotivasi, memberi solusi di tengah-tengah kami. Aku pun dapat merasakan cinta kasih seorang guru begitu tulus tapi tak jarang pula kami hanya memandang sebelah mata.
“Bimbel lagi bimbel lagi. Capek. Apa bedanya bimbel sama engga? Toh sama-sama mendapat jawaban dan bocoran” kata seorang temanku
“Jangan begitu. Guru sudah memberikan yang terbaik untuk kita. Tidakkah kau ingin membalas jasanya? Minimal mengikuti dengan baik.” Kata Dyasa yang berada di dekatku sedang mendengarkan musik.
“Sebenarnya, kadang aku juga malas sekali. Try out 1 nilai ku sungguh parah. Padahal aku rajin mengikuti semuanya” kataku
“Itu artinya UAN hanyalah keberuntungan tak memandang rajin tau tidak. Kejar saja keberuntungan. Bisa saja Dyasa ku kalahkan” celetuk Eva
“Keberuntungan memang.Tapi apakah kau tau keberuntungan akan berpihak padamu? Maka dari itu ikhtiar dulu jangan berpangku tangan” Jawab Dyasa
Kami sebrangi kami jalani Try out demi Try out. Ada 5 paket, sudah diacak agar kami bisa mandiri tak tergantung pada teman. Tapi menurutku, otak para siswa lebih cerdik dari para guru. Walaupun terdapat 5 paket bahkan 20 paket sekalipun, tetap ada cara mendapatkan bocoran. HP. Itulah fasilitas paling canggih dan terpenting di kala ujian kognitif meski dilarang. Aku heran kenapa begitu jadi mau tak mau aku ikut-ikutan menggunakan karena tak mau nilaiku jeblok. Eits, tapi aku menggunakan hanya pada detik terakhir saja. Hingga pada suatu Try out
“Elva , balas sms ku cepat” kata temanku dari seberang dengan lirih
“Aku takut. Pengawasnya galak. Nanti saja” bisikku lirih
Aku melanjutkan mengerjakan soal bahasa Inggris di depanku. Kuamati mata pengawas di depan laksana mata burung hantu mencari mangsa. Aku terdiam. Dini temanku yang duduk tepat di hadapan guru melirik memanggilku
“Lihat hp mu. Please” katanya tanpa suara. Yang benar saja. Tempat duduknya di depan guru nanti ketahuan bagaimana? Aku bingung. Dreeet dreeeet
Dini jangan gunakan ponsel. Peringatan pertama” suara bu rini menakutkan. Pada saat itu pula ku balas sms nya. Ah , bodohnya aku. Tak apa hanya sekali.dreeet dreeet . berbunyi lagi HP dini. Bodoh sekali dia.Suasana hening. Jantungku dag dig dug. Ku amankan ponsel dengan segera. Hingga sesaat kemudian Bu Rini mulai bergerak perlahan mengitari kami dan kembali ke depan lalu bergegas menyambar ponsel milik Dini. Kami semua tertunduk hingga Try out usai. Aduh , kasihan sekali Dini.
Ketika aku berbincang-bincang bersama Yodha dan lainnya di mushola salah satu temanku berlari-lari menghampiri kami
“Dipanggil bu Rini ke kantor sekarang” katanya. Deeeg !
“Aku? Aku salah apa?” kataku santai
“kamu lakuin apa El? Cepat kesana” pinta Yodha. Teman lainnya juga bertanya-tanya. Dengan segera aku berlari menuju kantor guru. Kudapati Dini, Ida, lutfi dan lainnya merunduk di depan guru-guru. Aku masuk. Dan disidang
“Ini satunya. Masih Try out main hp. Mana hp kamu? Pasti sms sudah hilang dihapus semua. Tadi sms siapa saja?Mental RSBI seperti ini?” kata Bu Rini
“Bu saya tidak bermain hp. Hanya sekali mengirim jawaban pada dini”
“Halah sama saja. Alasan. Kalian ini semua beda kelas, masih saja bisa berhubungan. Ini masih Try out belum ujian seharusnya mandiri!!”
“Kalian itu ditipu sama yang lain. Coba, jika yang kalian kirimi jawaban itu nilainya lebih bagus apa rela padahal kalian lebih mampu?” celetuk guru lain
“Ida itu pintar lo bu. Paralel terus. Mau juga dikibuli yang lain” kulihat Ida meneteskan air mata. Ia memang pintar dan sekarang menjadi korban. Aku pun menjadi korban sms berantai dari HP Dini yang tadi disita. Padahal hanya sekali aku sms dia.Semua yang ada di inbox Dini kena batunya.
“Bu yang menggunakan hp juga banyak kenapa hanya kami yang kena?” ida
Tiba-tiba teman kami bernama putra bertubuh tinggi gendut datang
“Bu saya salah apa?” katanya seperti tak punya dosa
“Nah ini sternya. Dalam seminggu membuat kesalahan 3 kali. Sungguh pintar” Timpal bu Rini dengan gemas. Putra memang termasuk anak nakal jadi ketika ia kena masalah maka semua guru akan ikut-ikutan pula mengatai dia. Aku ada disitu jadi kami semua kena
“Anak polisi bertingkah seperti ini. Tak pantas kamu itu. Berbuat kesalahan setiap minggu. Bangga kamu ha? Mana HP kamu” pinta bu Rini. Aku hanya bisa tertunduk. Aku lesu karena semua guru menyalahkanku. Kita semua.
Sekarang gimana keputusannya? Apa perlu panggil orang tua kesini biar tau bagaimana kelakuan anaknya.” pekik bu Rini.Orang tua katanya? Bagaimana jika benar orang tuaku di panggil? Hatiku bergeming kacau memikirkan ibuku. Ibuku? Bagaimana ini? Beliau sedang sakit karena kecelakaan beberapa hari yang lalu. Bagaimana perasaannya jika tau aku seperti ini? Aku merasa bersalah, sangat bersalah. Pikiranku kacau, hatiku laksana menanggung beban yang berat. Kasihan ibuku yang setiap hari membuatkan sarapan untukku, selalu menyayangiku, membimbingku berharap aku menjadi lebih baik. Tapi apa yang ku perbuat? Tak kuasa aku menahan air mata. Aku tertunduk. Kurasakan pipiku basah oleh cairan bening. Dadaku sesak dan akhirnya aku terisak menangis.
“Bu saya mohon kali ini saja. Jangan panggil orang tua kami”kata ida
“Apa jaminannya? Apa kalian akan berubah?” kata bu Rini
“Ya bu kami janji akan berubah” Serempak. Lama terdiam akhirnya
“Baiklah saya maafkan. Tapi jika sampai saya tau kalian mengulangi, tak segan-segan HP kalian saya rusak sekalian. Ya sudah kembali sana”
Akhirnya kami kembali. Hanya saja Dini beserta HP nya tetap di kantor. Di depan, teman-teman banyak yang menanyai kami. Akupun menjelaskan sekenanya. Sejak saat itu , akupun jarang menggunakan HP saat Try out. 23-26 April. Hari itu hari penentuan bagai hidup dan mati. Perjuangan kami 3 tahun hanya dengan mudah ditentukan 4 hari. Sebenarnya aku tak suka model ini tapi aku harus patuh. Aku pun mengerjakan soal dengan komat-kamit membaca doa pemberian ustad saat aku mengaji semalam. Seharusnya hari itu hari sakral karena hari itu penentuan seberapa besar kemampuan. Tapi yang ku temui hampir semuanya bekerja sama menuju keberuntungan. Segala cara dilakukan. Jika aku bekerja sendiri, aku tak yakin apakah aku bisa menuai keberuntunganku. Jujur saja aku ikut-ikutan mencontek mengejar keberuntunganku diantara semuanya. HP. Aku jarang menggunakannya. Akhirnya setelah 4 hari melaksanakn tugas, itulah hari kebebasan kami.
“Dyasa, kamu jadi melanjutkan ke TN?” tanyaku
“Jika jalur umum , aku tak mungkin kuat membayar biaya operasionalnya. Aku hanya mengandalkan beasisiwa itupun sulit. Tapi aku akan bermimpi”
“Aku galau ingin melanjutkan kemana. Aku takut pilihanku salah sa”
“Dimana mimpimu? Bermimpilah dan wujudkan. Jangan takut” jawabnya
“Bgaimana dengan kamu Eva” aku bertanya. Saat itu aku, eva, dyasa, tina sedang berada di mushola setelah melaksanakan solat Duha.
“Aku ke SMUKED saja” kata Eva. Akupun cemberut
“SMUBOY saja bersamaku va. Dengan Tina juga” kataku
“Akan ada tes masuk ke SMUBOY katanya. Ikut aja siapa tau masuk” kata Tina cepat sambil membaca novel di tangannya
“Aku tebak ya, kalian bertiga akan sama-sama ke SMUBOY dan aku akan ke Taruna Nusantara. Hahaha” tawa Dyasa
“Weeeh dia tau, kayak dukun aja sok tau tapi apapun yang terjadi amiiiiin deh” Ceplos Tina. Kami semua tertawa.
Beberapa minggu kemudian, kabar burung tentang adanya tes masuk di SMUBOY menjadi nyata. Berbondong-bondong siswa rela antri menunggu untuk mendapatkan nomor tes salah satunya adalah aku.
“Kemanapun keinginan kamu, lakukanlah sepenuh hati dan banggakan kami. Kejarlah! Kehidupan kamu kelak harus lebih baik dari kami” Kata-kata yang menggema di telingaku, membakar semangatku, membangun puing-puing jiwaku. Kata ayah dan ibuku. Kali ini aku harus mendapatkan SMUBOY, harus pekik dalam hati. Antrian begitu banyak, saingan yang begitu berat aku hadapi dengan kemampuan serta doaku. Hari itu tiba, perjuangan menapak sebuah mimpi. Mimpi kecilku dulu memasuki SMUBOY. Melewati sejuta halang dan rintangan kini sudah dekat. Seminggu, kami para calon siswa digembleng tes untuk mengetahui seberapa besar kemampuan kami. Berharap mendapatkan hasil yang maksimal untuk generasi lebih baik. Akupun berlomba menjadi salah satu orang yang beruntung kala itu. Aku teringat 3 tahun lalu saat mendapatkan SMP 1 dan sekarang aku harus mendapatkan SMUBOY.
Hari pertama ujian tes pun tiba. Aku mendapatkan bangku paling belakang dan paling pojok. Krik krik suasana aku rasakan karena diantara kami belum ada yang akrab satu sama lain. Beberapa lama kemudian, petugas tes menginjaakkan kaki memasuki ruangan. Aku menelan lidah dan menghembuskan nafas panjang menghilangkan udara berat mencekat dadaku sehingga gugupku semakin menyerang. Dipimpim salah satu diantara kami, doa yang hening dilantunkan. Aku membuka lembaran soal yang ada di depanku. AKU BISA. Ku kerjakan dengan tenang dan perlahan namun pasti supaya ketelitian terjaga. Tapi apa yang terjadi? Tak lama kemudian kantuk menyerangku, aku jadi malas membaca. Apalagi ku lihat siswa di depanku bergerak-gerak memainkan tuts hp. Jika aku mau, waktu itu akan berteriak mengacak-acak siswa itu. Dia pikir sekolah ini milik neneknya? Hoe, sadar ini SMUBOY, baru tes aja main curang. Ku perhatikan ia sambil meneruskan pekerjaanku sendiri. Soalnya mudah tapi kadang jawabannya yang sulit.tak jarang aku menggunakan aji pengawutan dengan mengucap bismillah dahulu. Hari selanjutnya kulalui dengan santai karena tak setegang hari pertama.
Hari terakhir adalah tes komputer. Itu mudah bagiku. Aku dan teman-teman segera menuju ruang pelaksanaan. Tak sengaja aku bertemu seseorang
“Daftar disini juga kamu?” tanya nya dengan sok cool.namanya daus dulu tetangga ku semasa SD. Dulu ku kenal ia pendiam tapi sekarang?? Semenjak SMP. Menurutku tampangnya lumayan, tapi kelakuannya ga doyan deh.
“Iya, sama siapa kamu?” tanyaku
“Sama geng dong. Udah komitmen kita-kita mau masuk sini. Aku doain ya biar bisa ketemu lagi nanti kalau kamu juga masuk sini”
What? Dia siapa? Memang penentuan ada di tangan bapaknya apa. Kutinggalkan dia dan menuju komputer yang kosong. Ku ikuti instruksi pembimbing dan kami harus menggunakan username. Aduh dimana ya? Ku acak tasku, membolak-balik dompet, merogoh saku demi kertas kecil berisi password dan username. Setengah mati! Waktu udah berjalan. Aku bingung.
“Shhhtt! Cari ini?” Daus menodongkan kertas kecil
“Ha? Kok ada di kamu? Sini ! hih kamu pikir ini main-main apa” Aku jengkel. Dengan kilat aku segera mengerjakan tes ini. Ya ampun kenapa waktu cepat sekali. Tanganku menari-nari di atas keyboard, mataku berputar-putar menghadap monitor dan kertas soal. Kuseka keringat dingin di pelipisku. Aduh aduh mati aku belum mengerjakan Excel. Rumusnya lupa. Waktu tolong berhenti sebentar saja. Teeeet! Sudah! Berakhir! Dengan gemas ku tinggalkan ruangan itu. Aku pasrah saja yang penting sudah kulakukan yang terbaik.
“Denger-denger nilai komputer 60% loh” Kata Zahra. Aku kaget dan terjedat dinding mushola
“Auuww! Yang bener? Aku belum selesai mengerjakan ExcelL
“Oya? Sama dong. Terus gimana dong?” kata Eva panik
“Biarin aja, kita udah usaha yang terbaik sayaaaaang” kataku sok imut. Kulihat wajah Dyasa bersinar dan senyumnya mengembang. Dia segera berlari menghampiri kami di mushola.
“Alhamdulilah, aku lolos tahap pertama di TN”
“Serius? Jalur prestasi?” pekik Tina. Dyasa mengangguk cepat. Seperti anak kecil menemukan permen kami semua ikut girang.
“tapi masih ada banyak lagi tesnya. Se-Indonesia bayangkan. Apakah akan gagal?” tanyanya “Oh tentu jangan. Apapun akan aku lakukan untuk mengejar mimpiku” lanjutnya
“Percaya kekuatan mimpi?” Tanyaku
“Percaya. Dream, believe? Make it happen dear. Semua diawali dari mimpi di sketsakan melalui otak, disusun oleh kekuatan, dan diwujudkan dengan keyakinan. Jadi kuncinya adalah berani dan yakin” katanya dengan tersenyum. Kami hanya tertawa. Ku akui Dyasa memang cerdas. Aku adalah salah satu orang beruntung karena mengenalnya. Selain pintar, dia juga memiliki kepribadian yang excited. Dia santai, tak pendiam, kadang cerewet banget. Dia juga seperti kami menyukai artis, membicarakan idola, bernyanyi tak jelas tapi pintar. Aku kadang heran.
Seperti inilah kegiatan kami setelah UAN berlalu. Suwung. Tak mengerjakan apa-apa. kami mulai membuat foto album kenang-kenangan, berlatih untuk dies natalis dan mengurus raport. Selebihnya nothing. Hanya monoton berbincang-bincang saja. Yodha. O iya aku sudah 4 bulan bersamanya. Kami boleh dibilang pacaran. Tapi jarang bertemu, miss komunikasi, tak mengerti satu sama lain, cuek and so on. Beda sama Yodha yang dulu sebelum ada hubungan seperti ini. Dulu ia teman dekatku, aku sering menceritakan segalanya padanya. Dia nyambung dan baik. Aku sering bertemu dengannya di mushola hingga datanglah perasaan itu. Perasaan yang mengawali hubungan ini. Aku ingat ketika ia mengatakan kalau ia menyukaiku waktu itu sedang bergandengan sepeda motor denganku. Sejak saat itulah ia berubah.
“Aku kasian sama kamu. Aku ga pantas buat kamu. El, aku ga bisa menghubungi kamu. Kita temenan aja ya” Deg ! dan semuanya berakhir. Aku tak kuasa menahan tangis, bayangkan gara-gara HP rusak dia mengakhiri semuanya. Aku sudah mencoba mengerti dia tapi ini yang kudapat. Aku menangis keras di hadapan teman-teman di teras mushola. Menangis keras sekali.
“Menangislah saja. Tak apa” kata Tina. Sungguh dia teman yang baik. Dulu aku menyakitinya karena Yodha. Dan sekarang aku berakhir dengan Yodha dial ah yang menghiburku. Aku patah hati dan merasakan galau setelah itu. Setiap lagu yang ku dengar bagaikan terpaut dengannya. Aku heran kenapa bisa begini dan itu segera berakhir karena masa SMP ku berakhir pula. Aku mendapat nilai 38,50 cukup untuk memasuki SMUKED. Namun aku memilih SMUBOY. Aku diterima. Mimpiku semakin dekat lagi. Terasa lebih dekat bersama kawan-kawan. Dies natalis pun digelar untuk meresmikan bahwa kami telah lulus. Aku memakai gaun kebaya berwarna hijau rancangan ibuku. Make up tipis menghiasi wajahku. Ibuku bilang aku cantik. Hehehe. Hari itu benar-benar berkesan. Aku melihat kawan-kawan terasa lebih dewasa mengenakan kostum kebaya. Entah kapan lagi aku bisa bertemu mereka semua setelah ini. Tangis haru mengiringi kami. Potret foto berpuluh kamera ikut menjadi saksi bisu berkesannya masa SMP. Masa yang indah penuh cerita. Kini kami akan bergegas mencari jalan mimpi masing-masing agar terasa lebih dekat mengarungi hidup. Dyasa telah mendapat mimpinya di TN. Aku juga telah mendapatkan mimpiku di SMUBOY. Sekarang aku akan berusaha mengejar sejuta mimpiku lagi di sini. Almamaterku. Siap menghadang rintangan, melawan negara api sekalian, berlari semampuku dan membawa diri ini menuju mimpi lebih dekat.
Bel jam pertama berbunyi nyaring di gendang telinga. Aku tersadar dari lamunan dan memulihkan ingatan, berlari menuju ruang kelas. Mengawali pelajaran pagi bersama kawan baruku. Kawan yang akan bersamaku menapaki mimpi selanjutnya, memulai cerita baru. Lebih dekat bersama X-8 J.
END